Kalibawang pada jaman dahulu sebenarnya sebuah kademangan, desa atau kelurahan yang memiliki pemerintahan sendiri. Sementara saat ini Kalibawang adalah sebuah dusun yang masuk wilayah administrative Desa Karangsambung.
Berdasarkan
cerita turun temurun yang diwariskan dari para leluhur tentang cikal bakal
berdirinya kecamatan Kalibawang berawal pada sekitar tahun 1820 M. dalam upaya
merebut kemerdekaan dimana daerah Ledok (Wonosobo) merupakan benteng pertahanan
pasukan Pangeran Diponegoro.
Disinyalir
sekitar tahun 1820-1830 berawal diidaerah Ledok atau yang sekarang
lebih akrab dipanggil dengan nama Wonosobo yang merupakan basis pertaanan para
prajurit Ngayogyokarto Hadidiningrat atau keratin Yogyakarta dan dari para
pejuang kemerdekaan dari daerah sekitar Ledok.
Pendiri Kalibawang
adalah Raden Lukito beliu adalah putra dari Adipati Loano. Pada saat itu Raden Lukito meminta ijin kepada Ayahnya untuk mengembara
dan beliau disarankan ayahnya untuk mengembara kearah Baratmemiliki kesenangan
sebagai pengembara memohon ijin kepada ayahnya (Adipati Loano) untuk melakukan pengembaraan kearah
barat laut (Jawa: kulon lor) menyusuri sungai Gowong dan yang ditemani oleh Ki
Bekel agar berhenti ketika dia menemukan sebuah pohon mbawang (sejenis mangga).
Dengan memberikan beberapa syarat dan saran akhirnya ayahanda pun mengizinkan
namun dalam pengembaraannya Raden Lukito (sang putra) disarankan untuk berjalan
mengkuti arus sungai gowong dari hilir ke hulu. Ketika tiba didaerah
Kaliwungu-Bruno beliau menemukan sebuah air terjun beliau beristirahat disitu. Karena
airnya muncrat-muncrat air terjun tersebut diberinama Curuk Muncar. Setelah istirahat cukup beliau melanjutkan
perjalanan berhenti ketika dia menemukan sebuah pohon mbawang (sejenis mangga)
yang tumbuh besar di pinggir sungai dan babat alas untuk membuka sebuah pemukiman. Setelah selesai babat alas atau belukar
beliau membuat rumah dan belia memberi nama pemukiman tersebut Kalibawang berawal
dari pohon mbawang yang tumbuh dipinggir kali.
Karena merasa
telah mencapai dari puncak perjalannannya yang di wasiatkan oleh ayahnya. Raden
Lukito
Kembali Pulang Ke Loano sebagai wujud rasa bangga atas keberhasilannya.
Setelah mendengar cerita perjalanan R. Lukito
Adipati Loano Memerintahkan R. Lukito
untuk membuat perkampuangan atau kademangan di tempat yang telah
disinggahinya dengan Reden Lukito diangkat
menjadi Demang Pertama dengan Gelar Kerto Prawiro I.
Dalam proses
pembuatan tempat tinggal Raden Lukito dan Ki Bekel menebangi pohon di sekitar
sungai tersebut hingga suatu saat ketika sedang sibuk menyiapkan
tempat dengan membersihkan semak belukar Raden Lukito terperosot
dan jatuh terus ke bawah tebing yang cukup curam dan terhenti tepat didepan
sebuah rumah tua yang dsinyalir adalah rumah pertama di Kalibawang.
Setelah sadar
dari apa yang terjadi sebelumnya dia melihat sosok rumah tersebut Raden Lukito mencoba
melihat segala aspek yang ada di rumah tersebut. Di ruang depan terlihat sebuah
meja bundar dan beberapa kursi juga terlihat sebuah kursi goyang,
cermin atau kaca yang sewajarnya pada saat ini dipakai untuk rias pun terlihat
disitu, kemudian setelah mencoba untuk masuk lebih dalam diapun melihat
alat-alat rumah tangga yang memang lazim untuk digunakan seperti alat dapur,
alat tidur dll.
Setelah
berfikir panjang akhirnya Raden Lukito pun mengurungkan niatnya untuk
mendirikan rumah sebagai tempat tinggal baru namun ia memutuskan untuk
menempati rumah tua tersebut dengan para abdinya.
Setelah beberapa lama Raden Lukito menempati rumah tersebut kejanggalan demi kejanggalan mulai dirasakan oleh dirinya dimana pada setiap malam jum`at kliwon maupun selasa kliwon selalu terlihat sesosok pria tua berambut panjang, dan keluar ingus dari kedua lubang hidungnya di kursi goyang yang sudah diceritakan sebelumnya. Dalam benak Raden Lukito senantiasa bertanya-tanya siapakah pria tua itu? Namun sampai saat ini entah karena Raden Lukito tidak berhasil mengetahui atau faktor lupa sampai saat ini keturunan masih belum dapat mengetahui siapa sebenarnya sosok pria tua tersebut.
Setelah cukup
umur Raden Lukitopun merasa perlu
memiliki keturunan hingga akhirnya dia mempersunting seorang wanita yang
merupakan Putri Adipati Purworejo bernama Nyi Gober atau Nyi Kopek atau lebih
dikenal dengan nama Nyi Kopek . Disebut nyai Kopek karena bilau memiliki postur tubuh yang tinggi
dan memiliki payudara yang besar (montok).
Nyi Kopek adalah seorang wanita yang luar
biasa diantara begitu banyaknya perbedaan antara Nyi Kopek dengan
wanita pada umumnya. Beberapa perbedaan
yang sangat mencolok adalah dari segi fisik. Diceritakan bahwa Nyi Kopek
adalah seorang wanita yang memiliki
payudara yang sangat besar hingga ketika beliau akan menyusui anaknya dia tidak
perlu menggendong anaknya didepan namun dia cukup menyampirkan payudaranya
kearah anaknya digendongan belakang. Selain itu nyi Kopek adalah salah satu wanita yang sakti mandra
guna, kesaktiannya dibuktikan ketika sang suami meminta beliau mengambilkan api
dari dapur dia mengambilnya dengan kedua tangannya dan diletakkanlah bara api
tersebut diatas selendang yang dipakainya namun apa yang terjadi? Selendang dan
tangan yang dipakaki untuk mengambil api sama sekali tidak terbakar. Melihat
kehebatan yang tidak seberapa bagi sang istri Raden Lukito merasa
sangat malu hingga suatu hari Raden Lukito berpamitan kepada istrinya untuk melaksanakan
bertapa selama empat puluh hari di gunung Gemantung desa Dempel saat ini.
Sepeninggal Raden Lukito bertapa kademangan Kalibawang diserang olleh Kademangan Kalilusi (Sekarang masuk wilayah desa Pecekelan kecamatan Sapuran) dengan tujuan menaklukkan sebagai wilayah kekuasaannya, pertempuaran pun tidak bisa dihindari ketika semua prajurit dari Kalibawang bertemu dengan pasukan dari Kalilusi namun pasukan Kalibawang kalah dan memutuskan untuk mundur dan melapor kepada Nyi Gober atau Nyi Kopek atau Nyi Kopek, mendengar laporan dari para prajurit Nyi Gober atau Nyi Kopek pun akhirnya turun tangan sendiri tanpa membawa senjata apapun kecuali alat-alat dapur seperti centong dan irus. Tapi entah apa yang terjadi ketika prajurit Kalilusi bertemu dengan Nyi Gober atau Nyi Kopek bukannya melawan Nyi Gober atau Nyi Kopek malahan mereka saling menyerang satu sama lain hingga akhirnya prajurit Kalilusi habis serta pemimpin pasukan Kalilusi pun tewas di medan pertempuran tersebut. Dengan membawa kabar Gembira Nyi Gober atau Nyi Kopek pulang menemui para abdinya yang telah menunggunya.
Selain itu
diceriakan suatu ketika saat Nyi Gober atau Nyi Kopek Mandi di Kali Rambut Nyi
Gober atau Nyi Kopek digigit ikan yang cukup besar dan ditarik-tarik masuk
kedalam tempat tinggal ikan tersebut sehingga rambutnya nyaris putus, setelah
lepas dari gigitan ikan tersebut entah sebuah ketidak sengajaan atau sebuah
wangsit beliau berkata bahwa setiap keturunan berjenis kelamin laki-laki yang
masih mengalir darah dari Nyi Gober atau Nyi Kopek akan memiliki ciri fisik
berupa tak berambut pada kepala bagian Depan atau lebih sering dikatakan dengan
botak. Tapi pada kenyataannya saat ini memang cukup terbukti walaupun tidak
semuanya bahwa sebagian besar keturunan lelakinya memang berambut hanya pada
bagian belakakang kepalanya.
Hari-demi hari
dilalui Raden Lukito dalam pertapaannya hingga tempat yang
pertamakali didatanginya untuk bertapa masih cukup bersih sampai tubuh Raden Lukito dipenuhi
semak belukar sampai tidak terlihat kalau ada seseorang yang sedang berada di
tempat itu.
Tepat pada
malam keempat puluh dalam pertapaannya Raden Lukito mendapat
sebuah pusaka berupa Keris ……………….. yang dibawanya pulang ke kademangan pada
tepat kehari yang ke empat puluh. Karena lamanya beliau menahan haus dan juga
lapar dengan tidak meneguk dan memakan sedikitpun makanan hingga badan
beliaupun kurus kering seolah hanya tertinggal kulit dan tulang belulangnya
saja Raden Lukito berjalan pulang seperti ringannya debu yang
ditup angin hingga tetap didepan pintu rumahnya beliau pingsan dan jatuh
membentur pintu rumah. Beberapa abdi yang melihatnya dengan campur rasa bingung
siapakah orang tersebut mereka menolong dan memanggil nyi Kopek . Melihat
suaminya jatuh terkapar nyi Kopek memerintahkan abdinya untuk membawa R. Lukito masuk dan diletakkan disebuah dipan yang
berada di dekat tungku api dan diberi minum air tajin yang merupakan air bekas
cucian beras pada waktu itu. Selama empat puluh hari Raden Lukito masih
tergeletak di atas dipan tersebut, hingga ketika terdapat keanehan saat dia
bangun dari rasa lemasnya bahwa kulit ari yang selama ini menemaninya selama
hidup terlepas sebagaimana pakaian yang membalut tubuh dan berganti dengan
kulit yang baru.
Dan juga pada
setiap malam jum`at kliwon dan selasa kliwon seperti halnya benda-enda mistis
plungsungan Raden Lukito tersebut senantiasa dibakarkan menyan sebagai
sesajen. Hingga sampai saat ini kulit tersebut masih disimpan oleh salah satu
keturunan R. Lukito, tapi karena pudarnya paham animisme yang berganti dengan Islam
sacaral ritual bakar menyan dihilangkan, dan sebuah keanehan
pun terjadi kembali setelah berhenti dibakarkan menyan kulit
tersebut secara fisik berubah menjadi mengkerut seperti kawul pohon aren.
Sebagai bukti bagi siapa saja yang ingin melihat peninggalan tersebut saat ini
disimpan oleh bpk. Supiarto Kalibawang sebagai keturunannya dan masih bisa
dilihat kapan saja dan oleh siapa saja yang ingin mengetahui benda tersebut.
Pusaka yang didapat selama beliau bertapa merupakan pusaka yang cukup melegenda di Kalibawang hingga sampai saat ini konon masih disimpan oleh seseorang di kalibawang terakhir pusaka tersebut menyelamatkan sebuah nyawa saat peperangan dengan Jepang ada seorag prajurit yang masih merupakan keturunan dari Karto Prawiro pergi berperang dalam peperangan dia terkena sebuah mortar atau bom yang dilemparkan oleh Jepang namun ditengah-tengah jatuhnya nyawa dari rekannya dia masih sehat wal afiat sampai saat ini hanya saja keris tersebut mengalami kerusakan berupa patah pada gagangnya.
Dari
pernnikahanya R. Lukito dan Nyai Kopek dikarunai seorang putra yang menggantikan Raden
Lukito
menjadi Demang di Kademangan Kalibawang dengan Gelar Kerto Prawiro II.
Dalam tangan Kerto Prawiro II kademangan Kalibawang berhasil memperluas daerah
kekuasaannya sampai dengan desa Tambimalang saat ini. Dalam proses selanjutnya
Demang Kerto Prawiro II menikahi seorang putri dari kademangan Tegalgot Kepil.
Dari pernikahannya keduanya dikaruniai seorang putra yang juga menggantikan
Kerto Prawiro II dengan Gelar Kerto Prawiro III. Kerto Prawiro III adalah
sesosok Alim Yang berjasa besar dalam penyebaran Agama Islam di Tanah Kalibawang
dengan Berkerja sama dengan Kyai Ilyas dari Purworejo yang berjasa
membangun masjid tertua di Kalibawang yang berada di
dukuh Santren yang merupakan bagian dari Dusun Sabrangkidul saat ini. Selain
itu juga diceritakan bahwa Kerto Prawiro II juga membangun sebuah
madrasah atau tempat mengaji bagi para santri di sekitar kalibawang namun hingga
saat ini belum diketahui secara jelas dimana letak madrasah tersebut.
Demi
memperlancar keturunan Kerto Prawiro memperistri seorang wanita yan merupakan
Putri dari demang selomanik dan mendapatkan enambelas orang anak.
Selanjutnya
sepeninggal Kerto Prawiro III Kerto Wilogo menggantikan ayahnya sebagai demang,
namun pada masa pemerintahannya gelar Kerto Prawiro dihapuskan karena itu hanya
merupakan gelar turun temurun dari keluarga.
Seiring
berjalannya waktu kalibawang yang dulunya kademangan berangsur-angsur
memperbaiki keadaan masyarakat hingga akhirnya terbentuk Desa Karangsambung (saat
ini). Serta pada tahun 2003 tepatnya tanggal 19 juli Kalibawang Resmi Berdiri
Sebagai Kecamatan Sendiri.
Perbedaan-Perbedaan
yang mencolok setelah Perubahan dari Kademangan, Desa hingga saat ini tahun
2010 tepat nya 7 tahun berjalan Kalibawang sudah berangsur-angsur membaik
dengan berbagai ragam fasilitas yang ada diantaranya :
- Telaksananya
Pengadaan SMK N 1 Kalibawang
- POLSEK
- KUA
- Koramil
Serta berbagai
macam sarana Penunjang Kehidupan lainnya.
Profil Kecamatan Kalibawang Wonosobo
Kecamatan Kalibawang menjadi bagian dari Kabupaten Wonosobo,
yang merupakan Kecamatan termuda dan merupakan pemekaran pada tahun 2003 yang
di resmikan dengan SK Bupati tanggal 19 Juli 2003.
Terdiri dari 8 desa sebagai berikut :
1. Eks Wilayah Kec. Sapuran yaitu Desa
: Tempurejo, Karangsambung dan Dempel.
2. Eks Wilayah Kec. Kepil yaitu : Desa
Pengarengan dan Kalikarung.
3. Eks Wilayah Kec. Kaliwiro yaitu Desa :
Mergolangu, Depok dan Kalialang
1. Letak Ketinggian, Luas
Wilayah dan Perbandingan Tanah Sawah/Bukan Sawah Keadaan letak ketinggian, luas
wilayah, perbandingan luas sawah dan bukan sawah di wilayah Kecamatan
Kalibawang dapat dilihat pada tabel berikut :
Ketinggian, Luas Wilayah, Tanah Sawah dan Bukan Sawah
Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo Tahun 2017
|
Ketinggian (m) |
Luas Wilayah (Ha) |
Tanah Sawah (Ha) |
Tanah Bukan Sawah (Ha) |
|
626 |
4.782 |
718 |
4.064 |
Hanya 4,86 % dari wilayah Kabupaten
Wonosobo
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten
Wonosobo , 2017
2. Jumlah Penduduk usia
Produktif
Jumlah penduduk Kecamatan Kalibawang menurut jenis kelamin
dan rasio jenis kelamin adalah sebagai berikut :
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan rasio jenis
kelamin
|
Jumlah Penduduk |
Rasio Jenis Kelamin |
|||
|
Laki-laki |
Perempuan |
Total |
||
|
11.384 |
11.242 |
22.626 |
101,26 |
|
|
|
|
|
|
|
di Kecamatan Kalibawang Kabupaten Wonosobo Tahun 2017
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo , 2017
Daftar Pustaka
http://thamankz.blogspot.com/2011/04/cikal-bakal-kecamatan-kalibawang.html
https://kecamatankalibawang.wonosobokab.go.id/postings/detail/1029445/-